Sabtu, 08 Januari 2011

Rangkuman Kalam

SALAF
(Ibn Hanbal dan Ibn Taimiyah)

Menurut Thablawi Mahmud Sa’ad Salaf artinya ulama terdahulu. Sedangkan menurut As-Sahrastani ulama salaf adalah yang tidak menggunakan Ta’wil (dalam penafsiran ayat-ayat mutasabihat) dan tidak mempunyai faham tasybih (antharopomorshiphisme).
Ibnu Madzkur menguraikan karakteristik ulama salaf atau salafiyah sebagai berikut:
1. Mereka lebih mendahulukan riwayat (Naql) daripada dirayah (aqil).
2. Dalam persoalan-persoalan pokok-pokok agama (ushuluddin) dan persoalan-persoalan cabang agama (faru’ ad-din).
3. Mereka mengimani Allah tanpa perenungan lebih lanjut (tentang dzat-Nya) dan tidak.
4. Mereka memahami ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan ma’na lahirnya dan tidak berupaya untuk menakwilkannya.
Beberapa ulama salaf dengan beberapa pemikirannya. Terutama yang berkaitan dengan persoalan – persoalan kalam:
A. Imam Ahmad Bin Hanbal
1) Riwayat singkat hidup Ibn Hanbal
Ia dilahirkan di Bahdad tahun 164 H / 780 M. Dan meninggal 241 H/855 M. Sering dipanggil Abu Abdillah karena salah seorang anaknya bernama Abdillah. Namun, ia lebih dikenal dengan nama Imam Hanbal karena merupakan pendiri madzhab Hambali.
Ibn Hanbal dikenal sebagai seorang Zahir. Hampir setiap hari ia berpuasa dan hanya tidur sebentar di malam hari ia juga dikenal sebagai seorang dermawan.
2) Pemikiran teori Ibn Hanbal
a. Tentang ayat – ayat Mutasyabihat
b. Tentang status Al-Qur’an
B. Ibn Taimiyah
1) Riwayat Singkat Ibn Taimiyah
Nama lengkap Ibn Taimiyah adalah Tadiyuddin Ahmad bin Abi Al-Halim bin Taimiyah. Dilahirkan di Harran pada hari senin tanggal 10 Rabi’ul Awwal tahun 661 H dan meninggal di penjara pada malam senin tanggal 20 Dzul Qo’dah tahun 729 H.
Ibn Taimiyah terkenal sangat cerdas sehingga pada usia 17 thn. Ia telah dipercaya masyarakat untuk memberikan pandangan – pandangan mengenai masalah hukum secara resmi.
2) Pemikiran Teologi Ibn Taimiyah
Pikiran – pikiran Ibn Taimiyah seperti dikatakan Ibrahim Madzkur dan memiliki pandangan – pandangan tentang sifat – sifat Allah.
a) Percaya sepenuh hati terhadap sifat – sifat Allah yang ia sendiri atau Rasulnya menyifati seperti:
1. Sifat Salbiyah yaitu: Qidam, Baqo’, Mukhalafadhu lil hawaditsi, hiyamuhu binafsihi dan wahdaniyah.
2. Sifat Ma’ani yaitu: Qudrah, irodah, sama, bashar, hayat, Ilmu, dan kalam, dll.
b) Percaya sepenuhnya terhadap nama – namanya, yang Allah atau Rasul-Nya sebutkan. Seperti Al-Awwal, Al-Akhir, Azh-Zhahir. Al-Bathin, Al-Alim, Al-Qadir, Al-Hayya, Al-Hayyum, As-Sami, dan Al-Bashir.
c) Menerima sepenuhnya sifat dan nama Allah tersebut dengan:
1. Tidak menghilangkan pengertian lafaz-lafaz (minghoir Ta’thil)
2. Tidak mengubah maknanya pada makna yang tidak dikehendaki lafaz (min ghoir tahrif)
3. Tidak mengingkarinya (min ghair ilhad)
Berdasarkan alasan diatas, Ibn Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat-ayat mutasyabihat, menurutnya ayat atau hadits yang menyangkut sifat-sifat Allah harus diterima dan diartikan sebagaimana adanya, dengan catatan tidak mentaf-simkan, tidak menyerupakan-Nya dengan makhluk dan tidak bertanya-tanya tentangnya.

KHALAF : AHLUSSUNNAH (AL-ASY’ARY DAN AL-MATURIDI)
Ungkapan Ahlussunnah (Sering disebut juga dengan sunni) dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu Umum dan khusus. Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok syi’ah. Dalam pengertian ini, mu’tazilah sebagaimana juga Asy’ariyah masuk dalam barisan Sunni. Sunni dalam pengertian khusus adalah mazhab yang berada dalam barisan Asy’ariyah dan merupakan lawan Mu’tazilah, pengertian keduanya inilah yang dipakai dalam pembahasan ini.
A. Al-Asy’ari
1. Riwayat Lengkap Al-Asy’ari
Nama lengkap Al-Asy’ari adalah Abu Hasan Ali bin Isma’il bin Ishaq bin Salim bin Isma’il bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari.
Menurut Ibn Asakir, Ayat Al-Asy’ari adalah seorang yang berfaham Ahlussunnah dan ahli hadits. Tetapi Al-Asy’ari menganut faham Mu’tazilah hanya sampai ia berusia 40 tahun ketika berusia lebih dari 40 tahun, ia hijrah ke kota Bagdad dan wafat disana pada tahun 324 H / 935 M.
2. Dokrin – dokrin teologi Al-Asy’ari
Pemikiran – pemikiran Al-Asy’ari yang terpenting adalah berikut ini:
a. Tuhan dan sifat-sifatnya
b. Kebebasan dalam berkehendak (free will)
c. Akal dan wahyu dan kriteria baik dan buruk
d. Qadimnya Al-Qur’an
e. Melihat Allah
f. Keadilan
g. Kedudukan orang berdosa.
B. Al-Maturidi
1) Riwayat singkat Al-Maturidi
Abu Mansur Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di daerah samarkand, wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Tahun kelahirannya mtidak diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 H. Ia wafat tahun 333 H / 944 M.
Karir pendidikan Al-Maturidi lebih di konsentrasikan untuk menekuni bidang teologi dari pada fiqih. Ini dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam menghadapi faham – faham teologi yang banyak berkembang pada masyarakat Islam. Yang dipandangnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara’.
2) Dokrin – dokrin teologi Al-Maturidi
a. Akal dan Wahyu
Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada 3 macam, yaitu:
1. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.
2. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu.
3. Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu.
b. Perbuatan manusia
c. Kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan
d. Sifat tuhan
e. Melihat tuhan
f. Kalam tuhan
g. Perbuatan manusia
Setiap perbuatan tuhan yang bersifat menciptakan atau kewajiban – kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang dikehendaki-Nya kewajiban – kewajiban antara lain:
1. Tuhan tidak akan membebankan kewajiban – kewajiban kepada manusia di luar kemampuannya karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan.
Manusia juga diberi kemerdekaan oleh tuhan dalam kemampuan dan perbuatannya.
2. Hukuman atau ancaman dan janji tersebut karena merupakan tuntutan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.
h. Pungutan Rasul
i. Pelaku dosa besar (Mintakib Al-Kabir)

IKHTISHOS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memenuhi Ujian Semester Ganjil















Oleh: Nur Shobah
Pembimbing: Hudi Efendi




MADRASAH MU’ALLIMIN – MU’ALLIMAT
YAYASAN PONDOK PESANTREN SUNAN DRAJAT
BANJARANYAR PACIRAN LAMONGAN
2010/2011
A. PENDAHULUAN
Nahwu adalah ilmu yang mempelajari tentang “Bahasa Arab” di dalam ilmu nahwu ini terdapat banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari mempelajarinya. Kita dapat membaca tulisan Arab yang belum ada harokat/sakalnya. Selain itu kita juga dapat memahami apa yang di maksud oleh pengarang kitab yang kita baca tersebut.
Kitab nahwu banyak macamnya, dari mulai yang rendah sampai pada kitab yang di buat untuk mengarang sebuah kitab salah satunya yaitu Alfiah, Imriti Jurumiah, Amsilati dan banyak kitab-kitab lainya.
Semua kitab-kitab di atas itu menerangkan tentang cara membacanya, Tasrifannya, maknanya, terjemahnya dan lain sebagainya, dan hukum-hukum bacaan yang terdapat dalam kitab tersebut mulai dari i’robnya dan lain-lain.
Dan di dalam kitab-kitab tersebut terdapat banyak bab-bab yang sering kita jumpai dari mulai pembahasan Mubtada’ Khobar, Ngatof Ma’tuf, Mudof-mudof ilaih saya akan mencoba membahas salah satu dari bab tersebut yaitu menerangkan tentang Ikhtisos dari mulai pengertiannya, faktor yang mendorong terbentuknya sampai pada bentuk-bentuk Ikhtisos dan perbedaan-perbedaannya
Semoga pembahasan yang akan saya bahas ini akan membantu/memudahkan para pembaca dapat memahami dan bermanfaat bagi yang membaca
Amin,,,,,,,,,,,,,,,,

B. PEMBAHASAN
1) Pengertian Ikhtisos
Ikhtisos adalah meringkas/menghusukan suatu hukum yang di sandarkan pada isim dhomir (di khususkan) pada isim dhomir ma’rifat yang jatuh setelahnya, dan di nasobkan oleh lafat ahussu ( اخص) yang wajib di buang.
Jadi Ikhtisos ini di gunakan untuk meringkas atau menghususkan suatu hukum bacaan pada isim dhohir yang di khususkan pada isim dhohir di mana isim dhohir tersebut ma’rifat dan jatuh setelah isim tadi dan kemudian lafat tersebut di nasobkan oleh lafat ahussu ( اخص) dan wajib dibuang.
Seperti contoh ارجونى ايهاالفتى
Dalam contoh di atas bisa kita simpulkan bahwa lafat ارجوini di khususkan untuk lafat الفتى saja tidak untuk lafat lain dan lafat نى adalah termasuk dalam isim dhomir yang bermakna kepadaku lafat ini di khususkan untuk isim dhomir yang berupa ايهاالفتى
2) Faktor Yang Mendorong Terbentuknya Ikhtisos
Adapun yang mendorong terbentuknya ikhtisos adalah.
a. Adakalah ( ikhtisos ) di gunakan untuk membanggakan diri.
Seperti contoh على ايها الكريم يعتمد
Pada contoh di atas yang menjadi faktor utama / pendorong terbentuknya ikhtisos adalah lafat ايهاالكريم
b. Adakalah ( ikhtisos ) di gunakan untuk merendahkan diri atau tawwadu’
Seperti contoh انى ايهاالعبد فقيى الى عفوربى
Pada contoh di atas yang menjadi faktor utama atau pendorong terbentuknya ikhtisos adalah lafat فقير الى عفو ربى yang menunjukan ma’na tawwadu’ / merendahkan diri.
c. Adakalahnya ikhtisos juga di gunakan untuk menjelaskan maksud dari isim dhomir tersebut seperti contoh نحن العرب اقرى الناسى للضيف nah pada contoh ini di jelaskan maksud dari isim dhomir نحن yaitu lafat yang bergaris bawah kesemuanya itu adalah faktor-faktor pendorong terbentuknya ikhtisos.
3) Betuk Ikhtisos Dan Perbedaannya Dengan Munada
Ikhtisos yaitu khusus yang sama seperti munadah dalam bentuk lafatnya adapun perbedaan ikhtisos dan munada’ itu ada 3 hal yang pertama yaitu:
1. Ikhtisos itu beramal tanpa huruf Nida’
2. Harus di dahului sesuatu yang berupa dhomir mutakallim / muhotob
3. Harus terdiri dari isim ma’rifat selain isim isaroh.
Dan yang banyak terdiri dari lafat ايها dan ايتها yang di sifati dengan isim yang bersamaan dengan al (ال) dan ada juga isim yang bersamaan dengan al(ال) yakni tanpa lafat ayyun (اى)dan ayyatun (اية) atau berupa isim yang di mudofkan pada isim yang bersamaan dengan al (ال)

C. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Ikhtisos adalah peringkas / penghususan sesuatu
b. Faktor yang mendorongnya adalah untuk membanggakan diri untuk tawwadu’ untuk menjelaskan isim dhomir
c. Perbedaan antara ikhtisos itu sama dalam bentuk lafadnya
2. Saran-Saran
Dalam karya ilmiah itu mungkin banyak salah atau kekeliruan dalam penulisan, merangkai kata dan tanda bacaanya.
Dan dalam pemaparan penganalisa maka dari itu kami sebagai penulis mengharap kritik dan saran dari bapak guru dan para pembaca supaya dalam pembuatan selanjutnya tidak ada banyak kesalahan.
Sebagai penulis yang baik kami senang menerima saran dan kritiknya kami tunggu untuk perbaikan.

D. DAFTAR PUSTAKA
Jaya, Putra 1999 Ilmu Nahwu untuk pemula, Lamongan: Wacana ilmu